Coffeenatics, the reminiscence of Melbourne Coffee Shop
Perbincangan sore itu berputar di definisi idealisme melawan komersialisme. Memang harus diakui tidak mudah menjadi sebuah cafe idealis apalagi di market yang masih setengah-setengah penyerapan arti nongkrong di cafe.

Perbincangan yang dimulai dengan hidangan Toasted Muesli itu berlangsung santai namun alot. Contohnya saja Muesli yang sebagian bahan utamanya dibawa langsung dari negeri kangguru ini, selain harga jualnya yang lebih tinggi daripada mie goreng – nga semua orang juga tau bahwa ini adalah menu sarapan dengan nutrisi tinggi dan rendah lemak. Actually this taste quite good.


“Saya ingin mengajarkan orang bahwa sebuah cafe itu tidak sama dengan rumah makan. Untuk apa diberi label cafe apabila hanya bisa menghidangkan nasi goreng. Makanan cafe setidaknya harus menunjukkan skill pengelolaan masakan. Perpaduan berbagai tekstur, warna, intinya keseimbangan antar elemen dalam sepiring hidangan” tutur Harris.





Walaupun dengan semangat berkobar, bisa melihat menu-menu disini sudah sedikit membuka jalan untuk komersialisme. Bagaimanapun, se-idealis apapun kamu, tanpa pengunjung sebuah cafe hanya bisa menjadi galeri. Layaknya etalase cantik yang hanya bisa dikagumi dari balik kaca.


Semoga saja kali ini, di tempat ini sebuah sejarah akan tercipta dimana komersialisme yang akan memberi jalan pada idealisme. Setidaknya untuk saat ini masih bisa mencicipi sedikit rasa idealis dan kobaran semangat dari sebuah cafe ala Aussie di Kota Medan.
Coffeenatics punya kualitas, punya karakter. Mereka juga punya semangat untuk mengedukasi. Sisanya terserah kita apakah kita akan belajar atau masih bersikeras mengkandaskan Medan sebagai tempat yang susah untuk belajar menerima.
Coffeenatics
Jalan Teuku Cik Ditiro No.8
Tepat didepan SMAN 1 Medan
https://www.jaranhosting.com>

No comments